Identifikasi Kebutuhan Spesifik Lokasi Pangan: BPSIP Kepri Kunjungi Kelompok Tani di Bintan
Bintan, Toapaya Utara – Tim Penyuluh dari Balai Penyuluhan dan Sumber Informasi Pertanian (BPSIP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) melaksanakan kegiatan identifikasi kebutuhan standar spesifik lokasi pangan dengan mengunjungi kelompok tani di Desa Toapaya Utara, Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan. Kunjungan ini bertujuan mengidentifikasi kebutuhan dan tantangan pertanian di lapangan serta mendiskusikan solusi untuk menunjang produktivitas.
Kunjungan pertama dilakukan di Kelompok Tani (KT) Tunas Mandiri yang diketuai oleh Bapak Sutrisno. Saat ini, KT Tunas Mandiri mengelola lahan seluas 3.000 m² untuk budidaya jagung pipil dengan varietas benih Bisi2 dan telah memproduksi sekitar 550 kg jagung, yang dijual kepada tengkulak seharga Rp6.000 per kilogram. Selain itu, kelompok ini juga sedang menanam jagung di lahan tambahan seluas 2.000 m² dengan usia tanaman mencapai 80 hari setelah tanam (HST). Sumber air untuk budidaya ini berasal dari poyo (saluran air setempat), dan sebelumnya, lahan tersebut pernah ditanami timun, kacang, serta gambas.
Dalam kunjungan tersebut, sejumlah tantangan ditemukan, antara lain kesulitan dalam memipil jagung karena ketiadaan mesin pemipil, keterlambatan pemberian pupuk yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak optimal, serta adanya serangan hama ulat yang sulit diatasi. Di samping itu, frekuensi pertemuan kelompok yang jarang dilakukan menjadi kendala dalam pertukaran informasi dan diskusi antarpetani. Kepala BPSIP Kepri, Ahmad Thohir Harahap, menekankan pentingnya mengadakan pertemuan rutin agar setiap anggota kelompok dapat berbagi pengalaman dan mencari solusi bersama. “Jika terdapat permasalahan yang sulit diatasi, BPSIP siap memberikan pendampingan,” ujarnya.
Kunjungan dilanjutkan ke KT Berdikari yang diketuai oleh Bapak Pujo. Dengan anggota sebanyak 10 orang, kelompok tani ini mengelola lahan seluas 0,5 hektare yang baru dibuka untuk pertama kali dan kini ditanami jagung pipil. Namun, tingginya serangan ulat menimbulkan kendala, dan produktivitas jagung menurun. Di sisi lain, pupuk dasar yang digunakan berupa kotoran ayam diketahui memiliki banyak kandungan pasir dan sedikit kotoran. Hal ini berdampak pada ketersediaan nutrisi tanah. Penyuluh senior BPSIP Kepri, R. Catur Prasetoyono, S.St, menyarankan penggunaan pupuk kotoran sapi untuk meningkatkan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman.
“Pupuk kotoran sapi bisa menjadi pilihan yang lebih baik agar pertumbuhan tanaman lebih optimal,” jelas Catur.
Sumber air di lahan KT Berdikari juga berasal dari poyo. Usia tanaman jagung di lahan tersebut bervariasi antara 1 hingga 2 bulan, tergantung waktu tanam masing-masing anggota kelompok.
Dengan adanya kunjungan ini, diharapkan identifikasi kebutuhan dan tantangan yang ditemukan dapat segera diatasi melalui langkah-langkah pendampingan yang tepat, demi meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani setempat di Toapaya Utara.